Silek Tegakkan Warwah Nagari
HALUAN, 26 Juni 2011
Silat yang merupakan salah satu olahraga seni olah tubuh dan dikategorikan sebagai salah satu olahraga beladiri tradisional yang saat ini sudah mendunia. Perkembangan yang cukup pesat dengan seni olah tubuh ini sudah dirasakan dari dahulu oleh orang minangkabau yang mempunyai watak merantau.
Namun, silek yang ada di daerah Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar mempunyai suatu keunikan tersendiri bagi setiap Nagari di Lintau. Warisan turun menurun ini masih dipertahankan sampai detik ini oleh masyarakat Lintau, ini terbukti masih banyak tuo tuo silek kampung mengajarkan beladiri ini kepada generasi dibawahnya.
Berikut ini petikan wawancara Haluan dengan salah seorang tuo silek Lintau Tepi Selo Azwar (84) yang diakuinya merupakan generasi ke – 6 pewaris atau guru silek di daerah Tepi Selo Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar.
“Selama ini diketahui Lintau terkenal dengan Sileknya, bahkan sudah ada yang berkembang sampai di luar negeri seperti Malaysia, di Lintau sendiri bagaimana sejarah asal usulnya?”
“Kita mengakui, sampai saat ini asal usul menurut sejarahnya kita belum bisa memastikan dari mana berasal Silek Lintau ini, menurut warisan yang saya jawab, asal silek tepi selo ini sendiri merupakan warisan yang sudah ada sejak dahulu dan berkembang dari generasi ke generasi. Perkembangan silek ke daerah lain ini merupakan suatu hal yang lumrah apalagi watak merantau orang minang sangat kuat sejak dari dahulu. Alkisah, pada tahun 1908 lalu ada seorang Datuk saya yang bernama H. Sainuddin yang pergi ke Malaysia, dan sebagai seorang pandeka beliau sering bertanding dan mengajar di sana sampai mempunyai seorang istri orang Malaysia,”
“Apakah Bapak Yakin Silek Tuo Lintau yang berkembang di Malaysia tersebut merupakan warisan leluhur bapak,?”
“Saya tidak bilang kalau Silek Lintau di Malaysia warisan dari Datuk saya, karena saya belum melihat dengan pasti langkah silat seperti apa yang mereka pakai, karena dengan melihat langkah silek itu kita bisa menentukan dari mana asal silek lintau di Malaysia tersebut,”
“Sudah berapa lama Bapak berkecimpung dalam melestarikan Silek Tuo Lintau ini?”
“Sejak berumur 15 tahun saya sudah mempelajari silek ini, dan saya merupakan generasi ke 6 dari keturunan sebelumnya, dan silek itu sebetulnya menyatakan jati diri kita sebagai orang yang dekat kepada Pencipta yaitu Allah SWT. Kenapa saya bilang demikian? Awalnya silek itu dahulu dari surau baru dipraktekan dihalaman atau yang disebut sekarang sebagai Sasaran silek atau gelanggang. Dan dari surau inilah kita pertama membentuk suatu karakter yang harus tahu dengan asal usul sebagai makhluk Allah. SWT. Namun sekarang tradisi itu sangat sulit dijumpai di daerah kita ini,”
“Bapak yakin kalau silek saat ini kurang exist atau bergerak di daerah ini,?
“Saya tidak yakin, karena melihat dengan adanya sasaran atau gelanggang silek saat ini, warisan ini masih dipertahankan masyarakat sebagai warisan tertua nenek moyang,”
“Apa yang membedakan silek daerah satu dengan daerah yang lain?”
“Setiap Nagari yang ada di Lintau Buo Utara ini, maupun setiap daerah, tentu ada suatu perbedaan antara pola langkah dan cara masing masing, dan yang harus diketahui tidak semua ilmu Silek ini dapat dilihat oleh semua orang, ada silek yang harus diajarkan kesemua murid dan adapula silek yang hanya diajarkan kepada beberapa murid yang dirasakan mampu menerimanya. Itu sudah merupakan prinsip dasar dalam mengajarkan ilmu Silek ini,”
“Bapak yang sudah masuk dalam tuo silek Lintau, bagaimana kegunaan silek ini bagi daerah ataupun nagari dahulunya?”
“Nah, zaman dahulu, silek ini merupakan benteng pertahanan bagi nagari. Yaitu disebut dengan pandeka, fungsinya mengamankan nagari dari ganguan dari luar maupun dari dalam sendiri. Pada tahun 1952 saya pernah ke daerah Kuantan pergi berkelahi dengan salah seorang pandeka Balai Tangah. Masalahnya hanya sepele, karena ada seoarang kampong kita ini ditampar oleh orang kuantan. Dan untuk menegakan marwah sebagai orang Lintau kami rela menyusul orang tersebut ke daerah lain tanpa ada rasa takut asalkan kebenaran masih bisa kita pertahankan,”
“Tadi Bapak menyebutkan kalau silek di nagari masih tetap diminati oleh generasi muda, kalau yang dipakai oleh olahraga sekarang ini Silat yang bagaimana?”
“Seperti yang saya terangkan tadi, ilmu silek ini tidak harus seluruhnya kita perlihatkan, karena itu merupakan prinsip saya dalam mengajarkan ilmu kepada murid murid saya. Dan perkembangan zaman dan pemikiran inilah menjadi factor utama dalam perkembangan ilmu bela diri silek ini menjadi suatu ilmu olah tubuh yang disebut dengan silat kreasi, dan bisa jadi ini merupakan kaloborasi ilmu silek tuo dengan ilmu beladri modern lainnya. Akan tetapi untuk mengajarkan kepada murid murid, dari awal saya masih mempertahankan keaslian silek tuo Lintau ini,”
“Bagaimana harapan Bapak kedepan seiring dengan perkembangan Silek Tuo Lintau ini, karena kelestariannya masih belum seimbang dengan kebesaran namanya yaitu Silek Lintau,”
“Kita akan gantungkan harapan ini kepada generasi muda yang masih berminat dalam perkembangan silek ini, umur tidak menentukan untuk mempelajari ilmu Silek ini, akan tetapi harus dating dari hati nurani kita sendiri. Kita ingin melihat kebesaran nama Silek Lintau dapat besar seperti zaman dahulu kalau mendengar nama Lintau saja musuh sudah bergeming,”(***)
KESEJAHTERAAN TUO SILEK HARUS DIPERHATIUKAN
Pengaruh dari budaya asing, dan perkembangan cabang olahraga modern sangat mempengaruhi pergerakan Silek di Minangkabau khususnya di Lintau Buo Utara. Apalagi sosialisasi yang dilakukan pihak terkait tentang kecintaan terhadap budaya warisan nenek moyang ini juga sangat mengurangi ke exist san silek di nagari nagari.
“Kalau tidak kita lakukan dari sekarang tentang sosialisasi keberadaan budaya Silek Tuo ini, kita takut akan menghilangkan jati diri kita sebagai orang minang, misalkan budaya daerah Lintau ini, kita harus mengali trade mark budaya Lintau ini yakni Silek Lintau, jadi kemana pun kita pergi orang sudah tau kalau orang Lintau dikenal dengan sileknya, hal ini akan membuktikan jati diri kita sebagai orang Lintau,” tutur Pemerhati Silek yang juga mantan atlit silat Tanah Datar era tahun 90 han John Sutan Sati kepada Haluan, kamis 23/06 di kediamannya.
Diakui pecinta silek ini, setelah melakukan kunjungan dan belajar di beberapa sasana silek dan beberapa orang guru yang merupakan tuo silek di Lintau, macam dan ragam silek yang menjadi ciri khas suatu daerah di Lintau sangat menarik untuk dipelajari.
“Disamping sudah mencintai silek dari umur 13 tahun, saya juga memperhatikan cirri khas silek di suatu daerah di Lintau ini sangat terasa, Tanjung Bonai yang dikenal dengan “bului” atau liat, Balai Tangah dengan “kunci” nya, Lubuk Jantan dengan “pilin”, Tepi Selo dengan “kucak” dan Batu Bulek dengan “togak”. Hal ini sangat menyimpan nilai budaya yang sangat tinggi dan seharusnya kita harus terus melestarikannya,” ujar Sutan Sati.
Ditambahkan Sutan Sati lagi, kesejahteraan tuo tuo silek ini sudah seharusnya kita perhatikan dari sekarang. Mungkin dengan perhatian lebih terhadap tuo tuo silek ini secara tidak langsung ini sudah merupakan bentuk penghargaan terhadap budaya warisan yang dipertahankannya.
“Salah satu ketertarikan saya mengamati dan terjun ke budaya silek tuo ini adalah tentang kesejahteraan tuo silek, disaat mereka sakit siapa yang memperhatikan, disaat mereka butuh biaya siapa yang mereka harapkan? Mungkin dengan jalan menjadikan suatu sasaran silek dikelola secara profesional kita dapat memberikan sedikit kesejahteraan kepada mereka,” tutur peraih medali Emas erra 90 han Porda Tanah Datar ini.
Disamping itu John Sutan Sati juga mengharapkan dengan dikelolanya gelanggang silek secara apik dan professional, ini akan menjadikan salah satu nilai plus terhadap pengembangan silek tuo lintau.
“Disamping silek tuo ini dijadikan sebagai penjaga diri, silek tuo lintau juga dapat dijadikan suatu silek kreasi dan silek prestasi yang dapat dilombakan di berbagai iven, salah satunya dengan memberikan sedikit kaloborasi dengan keindahan seni olah tubuh dengan beberapa jurus silek tuo akan menciptakan gerakan yang indah dan sejuk dipandang,” tambah Jhon Sutan Sati yang mengaku mendapatkan ilmu silek pertama kali dengan DT. Sagu di Halaban. (ALDORIS)
No comments:
Post a Comment